This is default featured post 3 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
This is default featured post 4 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
This is default featured post 5 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
Senin, 07 Januari 2013
Kosmologika
Kosmologika
Kembali angin meriuh hujan
Langit terbelah menyebar petaka
Air mata laksana mutiara di dasar lautan
Terus menghujam pada setiap tetesannya
Desas-desus mencekam membabi buta
Menghantam kehormatan dan martabat
Bukan sosok ataupun nasab
Namun otak yang mengalir
Bagai tetesan telaga
Begitu elastis memasuku setiap ruang
Kemana tapak ini harus melangkah
Sementara perdebatan
tumbuh dimana-mana
Ajaran tak lagi di pedulikan
Dan hati ini terus berkabut
Dinding-dinding kenistaan
Berdiri tegak menjulang langit
Membahasakan kemunafikan dan keangkuhan
Langkah kakiku terhenti
Pada tiga babak sebelum sandiwara usai
Ã’ Malang 12/12/12
Narasi Pagi Untuk Siang Dan Malam
Narasi Pagi Untuk Siang
Dan Malam
Lolongan jago mulai terdengar
riuh
Fajar sudah beberapa detik yang lalu menampakkan diri
Aktifitas dan keramain kota
-telah memadati jalanan dan trotoar
Puntung rokok dan bercekan kopi bekas semalam
Mengingatkanku tentang waktu yang terbuang
-Tanpa peduli
Udara pagi membuatku menggil
Sebab semalam aku berbuat batil
Katanya banyak yang meminta pertolongan
Atas perbuatan yang tak bertuan
Bahkan luka-luka itu terus meneteskan air mata
Aku hanya ibarat dedaunan
Yang gugur dari rerenting pepohonan
Ini bukan tontonan atau lelucon sirkus
Namun narasi yang tak membawakan hasil
Dimana cerita tentang pagi
-yang selalu di gambarkan semangat yang tinggi?
Sementara harga diri
Hanya terukur oleh kedudukan dan materi
Kini kesempatan terus terbuang sia-sia
Sebab mereka sibuk munggunjing
Saling menjatuhkan satu sama lain
Bagai asap yang gagal menjadi awan
Sabtu, 05 Januari 2013
Setetes Embun Pada Secangkir Kopi
Setetes Embun Pada Secangkir Kopi
Membingkai laksa pada keheningan
Terajut mimpi dalam setiap tetesnya
Gugur bersama zat
yang berbeda
Paradikma yang terkikis dokma
Perlahan menjerumuskanku
Dalam perbincangan ahli fitnah
Desas-desus yang tak jelas muaranya
Menjadi bahan pertikaian
Bahkan tak jarang
Membincang hiruk-pikuk duniawi
Ada yang ku sesalkan dari luka yang menganga
Dan air mata yang tumpah
Sebab derita tak pernah tergambakan
-pada dinding –dinding langit
Harkat dan martabat bagai tetes embun pada samudra
Sirna sebelum tergulung ombak
Kering sebelum mentari menyapa
Sepekat hitamnya kopi menemani obrolan
Hingga setetes embun pada sebilah
-hatiku yang kering
Menafsirkanku tentang pahitnya penderitaan
Bahwa keheningan hatimu
Tetap ku harapkan saat jiwaku tertutup kabut
F
Malang 10/12/12
Thoriqot Malam
Thoriqot Malam
Sedingin udara malam menghantar tidur
Pelopak mata perlahan kaku
Susur dalam gelapnya malam
Desiran lagu yang sumbang
Perlahan susut pada gelap yang di tinggal purnama
Dari dinding langit
Sepsang wajah terus menghantui
Seakan berbisik tentang pahala dan dosa
Mungkinkah itu bidadari
Yang terlambat naik menuju arasy
Atau hanya imajinasi yang mengajakku berkholwat
Kesunyian terus menyelimuti malam
Hingga sehelai rambut terhelai
pada pundak yang mulai renta
Tubuh ini mulai menggil
Lantaran kata yang ku susun enggan menjadi kalimat
Perjalana ini hanya sebuah narasi
Dari bongkahan ejekan para generasi tua
Oh gusti yang agung
Tuntun aku dari kehampaan duniawi
Meski lakon ini tak mampu aku selesaikan.
F
Malang 07/10/12